Selasa, 20 November 2012

PERTAMBANGAN DI INDONESIA



Pengertian Pertambangan
Pertambangan adalah :
  1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan, sampai pemasaran.
  2. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan.
Bedanya cukup mencolok ya. Pertambangan adalah nama benda (dalam hal ini nama kegiatannya), tambang adalah nama tempat, dan penambangan adalah prosesnya.

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).

Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.

Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan Khusus
Pasal 1 angka 11 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan “IUPK”, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (“WIUPK”). Dalam bab XI mengenai Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan Khusus,  Pasal 86 UU Minerba mengatur bahwa Badan usaha yang melakukan kegiatan dalam WIUPK wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial, yang sama dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tipe-tipe Izin Usaha Pertambangan yang lain. Pemerintah berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di suatu WIUPK, serta memberikan IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi kepada masyarakat secara terbuka.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”), mengatur lebih lanjut mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh IUPK. Dalam pasal 62 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, IUPK terdiri atas IUPK Eksplorasi dan IUPK  Operasi Produksi.
Pasal 64 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba mengatur bahwa untuk memperoleh IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi  harus memenuhi persyaratan:

  1. Persyaratan administratif
  2. Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral logam dan batubara yang diajukan BUMN atau BUMN yang diberikan berdasarkan prioritas:
  • surat permohonan;
  • profil badan usaha;
  • akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  • nomor pokok wajib pajak;
  • susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
  • surat keterangan domisili.
  1. Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral logam dan batu bara bagi pemenang lelang WIUPK:
  • surat permohonan;
  • susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
  • surat keterangan domisili.
2.  Persyaratan teknis, meliputi:
  1. pengalaman BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta bidang pertambangan mineral atau batu bara paling sedikit 3 (tiga) tahun;
  2. mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang tenaga ahli dalam bidang pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
  3. rencana kerja dan anggaran biaya untuk kegiatan 1 (satu) tahun
3.  Persyaratan lingkungan, meliputi:
  1. untuk IUPK Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
  • pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
  • persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.  Persyaratan finansial, meliputi:

  1. untuk IUPK Eksplorasi, meliputi:
  • bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
  • bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi atau sesuai dengan surat penawaran   untuk IUP Operasi Produksi, meliputi:
  • laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; dan
  • bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir;

Pemberian WIUPK
Pemberian WIUPK terdiri atas WIUPK mineral logam dan/atau batubara. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 51 ayat (3) PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, WIUPK ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”), atau Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) oleh Menteri dengan cara prioritas. Dalam hal terdapat hanya satu BUMN atau BUMD, WIUPK diberikan kepada BUMN atau BUMD dengan membayar biaya kompensasi data informasi. Namun jika terdapat lebih dari satu BUMN atau BUMD, akan diadakan proses lelang untuk menentukan kepada siapa WIUPK harus diberikan. Pemenang lelang lalu akan dikenai kewajiban membayar biaya kompensasi data informasi sesuai dengan nilai lelang. Pasal 52 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba mengatur bahwa badan usaha swasta, yang bergerak dalam bidang pertambangan, dapat ditawarkan sebuah WIUPK jika tidak ada BUMN atau BUMD yang berminat. Badan usaha swasta tersebut lalu akan dikenai kewajiban membayar biaya kompensasi data informasi sesuai dengan nilai lelang.

Tahap-Tahap Penambangan
1. Eksplorasi
Tahap yang pertama yaitu Ekcplorasi, Eksplorasi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Umum
Dari Eksplorasi umum yaaah intinya survey jalan2 di “calon” area tambang, jalan2 ke sungai liat2 singkapan lapisan2 tanah/batuan. Kan ntar jadi ketauan tuh formasi batuan secara kasar yang bisa dilihat mata. Nah, dari hasil eksplorasi umum ini ntar kita bisa mengetahui cadangan tereka. Cadangan disini tentunya Cadangan yang akan ditambang, misalnya batu kapur, atau tanah liat, dsb.
b. Detail
Kegiatan Eksplorasi secara detail sudah mulai melakukan pengeboran2 yang dilakukan untuk mengambil sampel dari area tambang. Dari sampel2 ini dianalisis dan didapat cadangan terkira.

2. Studi Kelayakan
Studi kelayakan merupakan analisis lebih lanjut dari eksplorasi detail. Dari sini didapat hasil analisis selain kualitas, volume/cadangan material tambang terukur juga didapat analisa biaya operasional yang dibutuhkan untuk melakukan operasional tambang.

3. Development
Pada tahap ini mulai dibangun mesh, kantor, masuknya alat berat untuk pembukaan jalan, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana.

4.Eksploitasi
Eksploitasi merupakan kegiatan pengambilan bahan baku yang terdiri dari tahap-tahap berikut:
a. Land clearing
Pada tahap ini, pohon dan semak-semak yang menutupi area tambang ditebang dan dikumpulkan pada suatu tempat pengumpulan. Biasanya digunakan dozer untuk melakukan ini.
b. Removing top soil
Merupakan kegiatan memisahkan lapisan tanah pucuk dari permukaan yang akan ditambang, biasanya top soil disimpan ditempat tertentu (dipisahkan dari semak dan pohon) untuk nantinya akan digunakan lagi sebagai penutup area tambang setelah kegiatan penambangan ditutup/selsesai
c. Pengambilan bahan baku

Pengambilan bahan baku dilakukan melalui:
i. Ripping and Dozing
Biasanya dilakukan dengan menggunakan Ripper dan Dozer
ii. Loading
Loading merupakan kegiatan pemuatan bahan baku pada Dump Truck (DT) oleh Excavator/Loader, atau jelasnya pemuatan bahan baku ke dalam alat angkut
iii. Hauling
Hauling merupakan proses pengangkutan bahan baku dari area tambang menuju pabrik.

5. Reklamasi
Reklamasi atau penutupan area tambang merupakan tahap akhir dimana sudah tidak dilakukan kegiatan penambangan lagi di area tambang tersebut. Oleh karena itu dilakukan penutupan area tambang dengan cara mengembalikan top soil yang sebelumnya diangkat dari permukaan tanah.

Ketentuan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk Perusahaan Pertambangan
1. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada:
a. Pasal 1 Angka 1 menyatakan bahwa Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang rneliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang;
b. Pasal 128 menyatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. Pendapatan negara yang dimaksud yang terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Adapun penerimaan pajak yang dimaksud terdiri atas pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta bea masuk dan cukai. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak terdiri atas iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi data informasi. Dalam hal pendapatan daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi obyek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan dan yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan

3. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Pasal 1 Angka 8, Sektor Pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya;

4. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Pasal 8, Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C ditentukan sebagai berikut:
a. Areal Produktif adalah sebesar 9,5 x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.
b. Areal belum produktif, tidak produktif dan emplasemen serta areal lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
c. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15.

5. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ.6/1999 Tentang Penyempurnaan Tata Cara Pengenaan Pbb Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi Dan Galian C Sebagaimana Diatur Dengan Surat Edaran Nomor : Se-26/Pj.6/1999, pengenaan PBB atas areal belum produktif dan areal tidak produktif disempurnakan dengan memperhitungkan tahapan kegiatan penambangan sebagai berikut:
a. Penyelidikan umum, adalah sebesar 5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
b. Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
c. Eksplorasi untuk perpanjangan I dan II, adalah sebesar 50% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
d. Pembangunan Fasilitas Eksploitasi (konstruksi) sampai dengan produksi adalah luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.
 
Sumber:



Tidak ada komentar: